Papua,Suaraperjuangan.id - Ungkapan Menteri Sosial Tri Risma Hari ini menjadi trending publik, " Saya tak bisa pecat kalian tapi jika kalian kerja tak becus akan saya pindahkan ke Papua ". Ungkapan ini membuat banyak tokoh Partai Politik Nasional, Tokoh Pemuda, Birokrat bahkan KOMNAS HAM pun angkat bicara,meminta Mensos agar meminta maaf atas ucapannya.
Lalu apa yang salah dari ucapan tersebut ?, Apakah ucapan tersebut mengandung SARA ? Mengapa kata Papua akhir-akhir ini, menjadi sangat SAKRAL oleh semua kalangan untuk tidak menggunakannya ?, Papua masih Indonesia atau sudah bukan bagian NKRI lagi ?. Apakah kalimat MENSOS RI menghina orang asli Papua ?, agar tidak menjadi bola liar untuk publik maka harus diluruskan.
Kemarahan Ibu T. Risma (MENSOS RI), menunjukan kepedulian dan kasih sayang akan sesama dan demi kemanusiaan. Beliau menasehati jajarannya agar loyal terhadap pekerjaan dan berjiwa sosial bagi sesama dengan sikap gotong-royong dan rela berkorban. Ungkapan pindahkan ke Papua mengandung makna, mereka juga akan dikorbankan dan merasakan hal yang sama dengan korban Covid-19 yang merasa disepelekan oleh petugas Kemensos Daerah tersebut. Selain itu, mereka akan jauh dari sanak keluarga, maknanya hanya ingin menasehati dan memberikan efek jera bagi pegawai yang dipimpinnya.
Sebaliknya jika pegawai asal suku "Jawa, Kalimantan, Sumatera, NTT, Bali dan semua suku Se-nusantara yang lahir, dibesarkan dan telah bekerja di Tanah Papua, ketika ingin di pindahkan ke Daerah asalnya; mereka sudah pasti tidak akan mau, sebab mereka telah nyaman dan merasa Papua adalah bagian dari hidupnya; Termasuk para pejabat Negara dari berbagai suku nusantara yang mewakili Papua, mereka akan selalu merasa rindu akan kampung halamanya Tanah Papua, (contoh: Bpk. Bahlil Lahadalia, Bpk. Wisnutama, Bpk. Rico Sia, Bpk. Pdt Simaremare, Bpk. H. Sulaeman L. Hamzah), untuk Daerah jabatan anggota DPRD dan birokrat sangat banyak diduduki oleh pejabat suku Se-Nusantara. Walaupun rambut mereka lurus, kulit mereka putih secara jasmaniah fisik berbeda dengan orang asli Papua, namun mereka selalu menyatakan diri sebagai anak Papua dan mereka sangat betah menjadi bagian dari warga Papua. Sebab dalam bingkai NKRI kita semua bersaudara tanpa ada sekat pembatas.
Makna ungkapan tersebut mengandung arti jamak dan obyektif atau tidak menunjuk pada subyekyifitas dari Orang Asli Papua (OAP) dan Nama kebesaran Pulau PAPUA yang tercinta. Sebab itu, Jangan dikaitkan dengan pemikiran Papua Daerah terbuang, tak diperhatikan dan tempat hukuman bagi pekerja yang tidak memenuhi standar pekerjaan. Ungkapan ibu Tri Risma Harini (Mensos RI) adalah masukan yang bijak bagi Pemerintah bahwa rakyat Papua butuh perhatian dan kasih sayang lebih dalam seluruh aspek kehidupan dari Negara.
Pemimpin yang besar harus berjiwa besar pula, miris melihat para pejabat publik yang bergelar pendidikan tinggi, mewakili intitusi lembaga negara namun tak menunjukan etika dan moral yang bijak sebab terkesan kritikan yang dangkal dengan menggunakan diksi dan narasi yang memalukan institusi lembaga maupun parpol yang dipimpin. Harusnya mereka memberikan statement yang mencerahkan publik agar tidak menimbulkan kontradiktif dan kontrafiktif pemikiran publik untuk memperkeruh suasana.
Kwalitas seorang pemimpin diukur dari tingkat loyalitas, kredibilitas dan kapalibitas yang dilandasi nilai religius sebagai landasan moral yang baik serta didukung budi pekerti luhur untuk berbhakti pada ibu Pertiwi dalam segala keberagaman untuk tetap taat dan setia demi mempertahankan persatuan dan kesatuan serta kedaulatan bangsa Indonesia.
Semoga dengan kisah ini, Ibu Tri Risma Harini (MENSOS RI) dapat mengunjungi untuk melihat langsung situasi dan kondisi sosial masyarakat Papua di masa Pandemic Covid-19. kiranya Pemerintah segera mengambil langkah strategis untuk penanganan Covid-19 di Tanah Papua. Sebab jumlah Covid di Papua meningkat drastis, jangan sampai muncul indikasi dan intervensi dari pihak lain untuk Papua.
Untuk semua tokoh bangsa ambil hikmahnya. Sebab jika narasi yang keliru diperbesar maka dampaknya akan semakin luas. Bijaksanalah dalam setiap pemikiran, ungkapan dan perbuatan.
Khususnya buat kaka NP. Kaka anak Papua yang tergolong pandai, jangan permalukan diri kaka dengan pola pikir konservatif. Sebagai tokoh publik, Bijaklah dalam menganalisa kejadian dan memberikan statemen, agar tidak menimbulkan multitafsir di kalangan masyarakat. Jika pandangan kaka NP ucapan Ibu Tri Risma (Mensos RI) salah; maka baiknya diklarifikasi kepada ybs, bukan mengarang bebas cerita HOAX untuk menabur kebencian rasialis antar sesama anak bangsa. Jangan bawa persoalan pribadi kaka NP dalam selaput Ras Papua sebagai benteng diri. Rakyat Papua masih mencintai kedamaian dan menghormati Pemerintah yang sah secara hukum dan konstitusi saat ini. Jangan menggiring opini negatif untuk menggangu persatuan dan kesatuan antar sesama anak bangsa.
Seburuk apapun seorang oposisi, jika ia dapat memberikan warna perdamaian bagi sesama maka sejatinya dia adalah pahlawan bagi kekuasaan. Akan tetapi jika sebaliknya, menjadi duri dalam daging; maka ia tak lebih dari seutas benalu yang tak berharga dalam lipatan pohon.
"Bona valetudo melior est quam maximae divitiae, dammant quod non intellegunt". St. Jerome
"Salam Anak Pedalaman Papua,Andy Sadipun Komber Penasehat DPW Setya Kita Pancasila Papua Barat".
(Riyo E.Nababan)
0 Komentar