Keluarga Pahlawan Indonesia Dari NTT


Masa Kecil Onie

Onie atau nama lengkapnya “Leonie Victoria Tanya“ adalah putri bungsu dari 6 (enam) orang bersaudara kandung, putra dan putri dari Saul We Tanya dengan Yohana Hidelilo. Onie of in Sabu Timur 18 Mei 1928. Ayah Onie yakni Saul We Tanya when it is Fetor Sabu Timur, sekaligus adalah Ketua PNI dan Ketua Timorsche Verbond di Sabu-Raijua. Timorsche Verbond atau PNI-Soekarno adalah Organisasi Politik di Jaman Penjajahan, melalui Timorsche Verbond inilah Saul W. Tanya pernah melakukan Class Action Hukum tahun 1923 di Pengadilan Makassar melawan pemimpin Kolonial di Sabu yaitu Mr. Gazeghebber Israil dengan materi gugatan masalah Penetapan serta Pembayaran Pajak yang sangat membebani rakyat Sabu yang notabene adalah rakyat miskin. Dan Saul W. Tanya menang, sang penguasa kolonial dicopot dan dipindahkan dari Sabu.


Saul We Tanya pernah menjadi Raja Sabu (1936-1940), ketika itu Raja Sabu Samuel Thomas Djawa meninggal dunia, sedangkan adiknya Paul Ch. Djawa sedang sekolah di luar Sabu, maka dilantiklah Saul We Tanya menjadi Raja Sabu selama empat tahun, menunggu P.Ch.Djawa kembali dari sekolah, untuk diketahui juga bahwa Paul.Ch.Djawa ini adalah ‘kakak ipar’ dari Saul W. Tanya, karena istri Paul Ch. Djawa yaitu Lonie Tanya adalah kakak kandung dari Saul W. Tanya. Bahkan anak dari Saul We Tanya yang bernama Sam Tanya (kakak kandung Onie) juga pernah ditinggalkan Raja Sabu diangkat oleh Jepang selama beberapa bulan, Sam Tanya kemudian kuliah Ekonomi di Nederlands Economische Hogeschool Rotterdam, Belanda (Mantan Gubernur Bank Sentral Indonesia Radius Prawiro alumni dari sekolah ini),

Onie oleh orang tuanya disekolahkan di Europeesche Lagere School (ELS) di Kupang, ELS adalah sekolah di Jaman Belanda yang dikhususkan untuk anak-anak Belanda, Eropa, termasuk juga untuk anak-anak bangsawan lokal, banyak anak-anak tokoh/bangsawan Timor, Rote dan Sabu yang adalah alumni dari sekolah tersebut, sebut saja Ny. Adelaide Nisnoni-Amalo Djawa; Ny. Yacoba Frans-Johannes; ibu Anna Riwu (anak raja LiaE); bapak AFH.Nope, bapak Eduard Pa, ibu Mien Sampelan, bapak Karel Adu, bapak Pace Oey serta banyak lagi alumnus sekolah ini. Menjelang tamat di tahun 1942, Jepang masuk Timor. Mereka mem-bom Kupang serta memukul mundur pasukan Sekutu di pulau Timor, sekolah-sekolah diliburkan, murid-muridnya kembali ke asalnya masing-masing, termasuk Onie,

Menikah dan tinggal di Kupang

Sekembalinya di Sabu tidak lama kemudian dia menikah dengan pemuda pujaan yaitu Titus Uly, seorang guru muda tamatan HIK Solo-Jawa Tengah, yang baru kembali ke Sabu dari Sekolah Pertanian di Lawang Jawa Timur (sebagai guru bahasa Jepang disana), mereka menikah di Sabu 15 Oktober 1944, Onie menikah di usia yang sangat muda (16 tahun). Pada bulan Juli 1945, lahirlah anak pertama dari Titus dan Onie, namanya Johana Monica Uly (Jopie), oleh karena Titus Uly harus pindah ke Kupang, maka anak mereka dititipkanlah pada orang tua Titus di LederaE-Bolouw Sabu Timur, kemudian Titus dan Onie berangkat ke Kupang karena Titus mendapat penugasan baru sebagai Direktur “Normaalschool” (Sekolah Pendidikan Guru Bawah jaman Penjajahan Belanda) di Kupang.

Ketika di Kupang, Onie pun sebagai istri harus menyesuaikan dengan kegiatan suami-istri, Titus Uly selain menjadi guru, tapi dia juga aktif mengikuti pergerakan politik melalui partai politik PDI Timor (Partai Demokrasi Indonesia, tidak ada kegiatan dengan PDIP saat ini), PDI-T adalah Partai Politik yang berjuangan secara politik untuk kemerdekaan. Ketua Umum PDI-Timor saat itu adalah bapak Izaac Huru Doko (pahlawan Nasional asal NTT), sedangkan di Kupang diketuai oleh bapak Alfons Nisnoni (raja Kupang), Titus Uly sebagai Wakil Ketua PDI Kupang. Onie sebagai istri banyak menyaksikan sepak terjang dari partai PDI ini. Salah satu momen yang diingat terus oleh Onie, adalah saat PDI membuat pertemuan/rapat akbar massa PDI Kupang di lapangan Airnona tanggal 29 April 1945, dimana dalam rapat akbar yang mengikuti massa PDI kurang lebih 3000 (tiga ribu) orang, ada acara ‘penaikkan bendera sang saka Merah Putih’, yang dikerek oleh pemuda Titus Uly, Onie mengenang momen tersebut karena terasa sangat-sangat Heroik, sebab di Kupanglah bendera Merah Putih dinaikkan pertama kali secara resmi di Indonesia yang dihadiri dan disaksikan pula oleh pimpinan tentara penjajah Jepang (Minseibu). Penaikkan bendera Merah Putih ini mendahului 4 (empat) bulan dari Penaikkan Bendera Pusaka Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur no. 56-Jakarta. sebab di Kupanglah bendera Merah Putih dinaikkan pertama kali secara resmi di Indonesia yang dihadiri dan disaksikan pula oleh pimpinan tentara penjajah Jepang (Minseibu). Penaikkan bendera Merah Putih ini mendahului 4 (empat) bulan dari Penaikkan Bendera Pusaka Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur no. 56-Jakarta.

Ikuti pasangan ke Holandia Irian Barat

Pada tahun yang sama (1945) Titus Uly mengikuti test masuk Sekolah Kursus Perwira Kepolisian, ada 3 (tiga) orang yang mengikuti test tetapi hanya satu orang yang lulus yaitu Titus Uly, maka Titus harus berangkat ke Holandia (Jayapura sekarang) untuk mengikuti pendidikan di sekolah selama dua tahun, dan praktek praktek (total tahun pendidikan). Onie pun ikut mendampingi suaminya, akan tetapi persyaratan dari sekolah, calon siswa dilarang membawa istri selama pendidikan, hal ini menjadi masalah baru bagi Titus, akhirnya diambilah keputusan istrinya tetap ikut, tetapi akan dititipkan kepada om istrinya yang tinggal di Makassar yaitu bapak ER Herewila (Pejuang Perintis Kemerdekaan) yang pada saat itu tengah berjuang angkat senjata bersama-sama anak buahnya di Makassar. Ketika kapal yang mereka tumpangi sandar di dermaga Paotere-Makassar.

Akhirnya setelah berputar-putar di Makassar, Titus dan istrinya bisa berjumpa dengan sang om yaitu bapak ER Herewila di salah satu tempat persembunyiannya di jalan Gotong-Gotong Makassar, atas jasa pengantar yaitu salah seorang anak buah Herewila. Titus pun menyampaikan maksud kedatangannya kepada Herewila, bahwa dia akan menitipkan istrinya, yang mendengar hal tersebut Herewila pun menyampaikan rasa setujunya, karena Herewila bersama anak buah pejuangnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, setiap hari berpindah-pindah menghindari tentara Belanda anak buah dari Westerling, sekaligus melakukan perang Geriliya dalam kota Makassar. Titus dan Onie pun sangat-sangat ​​mengerti keadaan omnya, akhirnya mereka pamit untuk kembali ke Kapal dan melakukan perjalanan ke Holandia-Irian Barat, Onie pun dibawa oleh suaminya ke Holandia dengan risiko apapun.

Mengikuti pasangan ke Jakarta (1947)

Titus Uly pun masuk pendidikan Perwira Kepolisian di Holandia (1946), kemudian praktek lapangan (1947) di Sawah Besar Jakarta. Di Jakarta Titus dan Onie tinggal di Jalan Kramat, bertetangga dengan Prof.DR.dr.WZ Johannes (salah seorang Pahlawan Nasional asal Rote-NTT). Prof.DR.dr.WZ Johannes masih dalam proses kerabat dekat dengan Onie karena adik kandung WZ Johannes menikah dengan Kakak Sepupu Onie Tanya yakni Pendeta Karel Wenyi. Pada saat di jalan, Onie sedang mengandung anak kedua. (Menurut Onie) di Jakarta itu rupanya suaminya masih tetap berhubungan / melakukan kontak dengan teman-teman ex. sekolah HIK-Solo, yang tengah berjuang melawan tentara Belanda di Jawa Tengah (saat itu Clash I), teman-temannya ajakan Titus untuk bergabung, Titus tertarik, kemudian dia mengambil keputusan untuk bergabung dengan teman2nya, dia menitipkan istrinya Onie yang sedang hamil tua kepada Prof. WZ Johannes. Titus berangkat ke Jawa Tengah untuk bergabung angkat senjata di hutan bersama teman2nya (Titus baru tamat pendidikan Kepolisian, jadi sedang mahir-mahirnya menggunakan senjata dan dia sebagai seorang Polisi memiliki senjata). Tetapi belum lama bergabung, dia dipanggil pulang ke Jakarta karena Onie akan segera melahirkan, tiap hari Onie menangis dan mengeluh kepada Prof. WZ Johannes, meminta agar pulang ke suaminya Titus ke Jakarta agar dia melahirkan Titus berada disampingnya. Prof.WZ Johannes pun bersurat kepada saudara sepupunya yaitu Prof. Herman Johannes (juga seorang Pahlawan Nasional dari Rote NTT) yang tinggal di Jogyakarta untuk mencari Titus dan meminta dia kembali ke Jakarta.

Akhirnya Titus pun pulang ke Jakarta, mendampingi istrinya Onie melahirkan anak yang kedua yaitu Yos Uly pada Mei 1947. Kelahiran Yos ini langsung dibidani oleh Prof. WZ Johannes yang adalah seorang Doktor dokter ahli Radiologi senior di Fakultas Kedokteran pada Universiteit van Indonesië (Universitas Indonesia di Jakarta sekarang). Karena jasanya yang begitu besar di dunia kedokteran Indonesia maka beliau kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Kembali kepada Titus dan Onie, setelah melahirkan anaknya yang kedua.

Ikuti penugasan pertama ke Surabaya.

Titus mendapat Skep.Pengangkatan sebagai Perwira Pertama (Inspektur Dua Polisi) pada Kepolisian Republik (tahun 1947), sekaligus mendapat penugasan yang pertama di Seksi V Kota Surabaya (Tanjung Perak) tahun 1947-1948, dengan jabatan pertama yang diemban Titus adalah sebagai Wachcommandant seksi V (Kapolsek sekarang), disini Onie sudah mulai belajar menjadi istri pimpinan Polri yang membimbing dan mengayomi istri-istri polisi yang menjadi anak buah suaminya, pada saat itu belum ada Organisasi Bhayangkari (Bhayangkari baru lahir pada 17 Agustus 1949). Surabaya pada saat itu dipimpin oleh Gubernur Pertama Jawa Timur yaitu Gubernur Suryo (seorang Pejuang 45 yang terkenal dalam Pertempuran 10 November 1945), dan waktu itu Surabaya masih mencekam dengan suasana Perang (Agresi Militer / Clash I dan II), Titus kendali di tempat yang masih berperang.

Detasemen-Komandan Polisi di Alor (1948-1950) dan Maumere (1950)

Tindak-tanduk Titus ‘membantu’ para pejuang dilaporkan ke-pimpinan, maka Titus dibuang dari Kota Surabaya jauh ke Alor NTT. Titus kali ini mendapat Jabatan sebagai Detachement-Commandant di Alor NTT (1948-1950), ditempatkan dia sebagai Komandan Kepolisian Alor berada di bawah Kepolisian Timor dan Kepulauannya di Kupang. Onie secara otomatis menjadi Pendiri sekaligus Ketua Bhayangkari I di Kepolisian Alor, di Alor ini Onie melahirkan anaknya yang ketiga yaitu Estherlina Moesye Uly (Desember 1949), pada tahun 1950 Titus dipindahkan ke Maumere, sebagai Kepala Kepolisian I di Maumere (Detachement-Commandant), Kepolisian Maumere juga berada di bawah Kepolisian Timor dan Kepulauannya, disini pun Onie menjadi Pendiri sekaligus Ketua Bhayangkari I Kepolisian Maumere.

Ketua Bhayangkari pertama Daerah Kepolisian Timor dan Kepulauannya (1950-1952)

Pada waktu menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), maka pada tanggal 19 Januari 1950, Dienst der Algemeene Politie In Nederlandsc – Indieh (Dinas Polisi umum di Hindia Belanda) di ambil alih oleh pemerintahan RI dan dijadikan jawatan Kepolisian (RIS) dan RS Sukanto diangkat Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dan R. Sumarto sebagai diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI berkedudukan di Yogyakarta.

Pada tahun 1950 Titus Uly ditunjuk memimpin Kepolisian Timor dan Kepulauannya di Kupang, Namun pada tahun 1951 Organisasi ini berubah menjadi “Daerah Kepolisian Timor dan Kepulauannya”, maka Pimpinan Kepolisian Republik Indonesia mencari calon pimpinan Polri yang republiken di NTT (Belanda sudah menyatakan Negara Kesatuan RI pada tahun 1949), Titus Uly kembali dipilih dan dipercaya untuk menjadi Kepala Daerah Kepolisian Timor dan Kepulauannya di Kupang (1951-1952). Komisaris Polisi Kelas II Titus Uly sebagai Kepala Daerah Kepolisian Timor dan Kepulauannya termasuk wilayah kekuasaanya Bima (NTB), NTT sekarang, sampai ke Kisar dan pulau2nya ,. Setelah kembali menjadi NKRI, tahun 1950, Negara Indonesia Timur ditiadakan.

Pada tahun 1951 Keresidenan Timor dan beberapa daerah lain yakni Bali, Lombok, Sumbawa, dan Sumba membentuk propinsi Sunda Kecil dengan lembaga Kepolisian Propinsi Sunda Kecil yang berkedudukan di Singaraja Bali. Kepolisian Provinsi Sunda Kecil membawahi Kepolisian Daerah Timor dan Kepulauannya. Dan sebagai Kepala Kepolisian Daerah Timor yang pertama kali dijabat oleh Komisaris Polisi Kelas II Titus Uly pada tahun 1951-1952, (Catatan dari Wikipedia). Sehingga dikemudian hari Polda NTT menetapkan Titus Uly sebagai Kepala Kepolisian NTT yang pertama (Nama Titus Uly oleh Polda NTT ‘diabadikan’ sebagai nama Rumah Sakit Bhayangkara Drs. Titus Uly-Kupang).

Onie sejalan itu, menjadi Ketua Bhayangkari Daerah Kepolisian Timor dan Kepulauannya, ketika berada di Kupang ini Onie pun meletakkan dan membentuk dasar-dasar Organisasi Bhayangkari di NTT. Pada tahun 1950 lahirlah anak keempat yaitu Lenny Uly dan anak kelima yaitu Yakhobus Jacki Uly (1952).

Mengikuti pasangan ke PTIK Angkatan V Jakarta (1952-1958)

Setelah itu, Titus Uly mendapat kesempatan mengikuti pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Angkatan ke-V di Jakarta (1952-1958). Maka di tahun 1952 Onie dan Tituspun memboyong anak-anaknya pindah ke Jakarta, oleh teman-teman seangkatannya Titus Uly menjawab paling senior karena Titus telah memiliki anak 5 orang. Onie pun sekarang disibukkan dengan pengaturan rumah tangga.

Dikeluarkan oleh anak-anak atau pengelola sanak keluarga baik dari dia sendiri maupun dari Titus yang ikut tinggal dirumah mereka di Jalan Jatinegara Barat Jakarta Timur. Di Jakarta ini kehidupan rumah tangga Titus Uly sebagai seorang mahasiswa, ‘cukup susah’, mengingat pendapatan yang kecil dari gaji seorang mahasiswa PTIK, mana dapat mencukupi keluarga dengan 5 orang anak dan ditambah (lebih) 10-12 orang keluarga yang ikut tinggal dalam rumah tersebut, menurut tutur kakak saya Yos dan Jacki Uly tiap hari sarapannya Bubur, Telur Ayam (satu butir dibagi empat), kalau ada roti ya roti buaya yang dibagi-bagi agar cukup untuk semua penghuni rumah, kadang-kadang tidak ada uang lagi ya menjual barang ke loak di pasar mester yang tidak jauh dari lokasi rumah.

Tetapi sebagai seorang istri lagi-lagi Onie dapat membantunya dengan baik keuangan rumah tangga. Di Jakarta menjelang tamatnya Titus Uly dari PTIK lahirlah anak ke VI yaitu Nicky Nickolas Uly (Mei 1957).

Ketua Bhayangkari Skomdak XIV Kalimantan-Timur

Pendidikan di PTIK selama 5 tahun, ditambah Praktek lapangan Setelah mengikuti maka pada tahun 1959 Titus mendapat penugasan pertama kali ke Balikpapan Kalimantan Timur sebagai Resor Komandan (Danres) Kutai Selatan dan Pasir (1959-1960) serta menjadi Asisten IV dan II (1960-1964) pada Komdak XIV Kalimantan Timur. Onie pada masa itu terpilih sebagai Ketua Daerah Bhayangkari Komdak XIV Kalimantan Timur, Orang yang terpilih dalam pemilihan langsung oleh anggota Bhayangkari (pada saat itu Ketua Daerah Bhayangkari bukan secara otomatis diduduki oleh istri Pimpinan tertinggi, tetapi melalui pemilihan anggota). Hal ini membuat Onie berkembang dan bertumbuh menjadi pemimpin wanita/istri polisi yang kuat dan berpengalaman.

Ketua Harian Bhayangkari Akabri Kepolisian di Sukabumi

Pada tahun 1964-1969 Titus Uly mendapat penugasan baru masuk di Lembaga Pendidikan Polri yakni Sebagai Instruktur Sekolah Angkatan Kepolisian (SAK) dan Dosen Akabri Kepolisian di Sukabumi Jawa Barat. Adapun jabatan yang dipercayakan adalah sebagai Ketua Bidang Pengajaran dan Koordinator Dosen di Akabri Kepolisian (sekarang adalah Direktur Pendidikan Akpol), hebatnya sang istri Onie lagi terpilih sebagai Ketua Harian Bhayangkari Akabri Kepolisian, mengalahkan istri-istri pimpinan Akabri Kepolisian lainnya. Sudah mulai nampak “darah kepemimpinan” pada ibu Onie, selalu tampil sebagai pemimpin organisasi Internal Wanita Istri-istri Polisi.

Di Sukabumi Onie memimpin istri2 Polisi mengikuti Latihan Militer Sukwati (Pendidikan Sukarelawan Militer bagi istri-istri ABRI saat itu), tetapi Onie tetap memperhatikan rumah tangga, dia tetap memperhatikan pertumbuhan baik fisik maupun pendidikan anak-anaknya, di Sukabumi ini lahir anak kesembilan yaitu Ridho Galih Uly (Oktober 1965). Sebagaimana yang kita ketahui bahwa sekitar tahun 1964, 1965 dan 1966, inflasi di Indonesia melejit secara. Saat itu saban minggu itu harga barang bisa naik berlipatganda. Duit tidak ada arti sama sekali. Khususnya bagi orang ‐ orang acara yang menimbulkan suasana yang panik. Kalau pejabat gajinya tidak berarti lagi, mereka cepat‐cepat lari ke dunia korupsi, catut, dsb. Orang melarikan duitnya untuk beli tanah. Karena harganya tanah.

Orang masa berada sangat gelap, tidak normal, dan serba tak tentu.Terus, ada kemiskinan yang luar biasa. kemerosotan ekonomi nasional, terjadi hiper inflasi serta negara terbelit hutang luar negeri yang besar, pelajar dan pelajar yang terjadi dimana-mana, masyarakat miskin meningkat, PNS/ABRI maupun Rakyat makan “Bulgur”. Hal ini turut terasa oleh keluarga Titus dan Onie, dengan anak 9 (sembilan) orang, bisa dibayangkan bagaimana sulitnya seorang ibu Onie harus membina keuangan rumah tangga, biaya biaya sekolah atau makan minum anak2nya dalam kondisi ekonomi nasional yang lagi terpuruk. Tetapi semuanya dapat dilewati dengan baik, Onie tetap mampu berdiri sebagai Ibu Rumah Tangga, sebagai Istri atau sebagai pimpinan organisasi Bhayangkari.

Ketua Harian Bhayangkari Komdak XVII NTT dan sebagai Anggota DPRD Prop.NTT Wanita pertama (1971-1977)

Pada tahun 1969, Titus Uly dipindahkan kembali ke Kupang-NTT sebagai Kepala Staf pada Satuan Komando Daerah Angkatan Kepolisian XVII NTT (SKOMDAK XVII NTT). Onie dan anak-anakpun diboyong kembali ke Kupang, di NTT ini sebagai istri Kastaf. Onie masih tetap sebagai Ketua Harian Organisasi Bhayangkari Skomdak XVII NTT. Onie sebagai Pimpinan Bhayangkari NTT pada Pemilu 1971 melalui Persatuan istri-istri ABRI di NTT diusulkan sebagai Anggota DPRD Propinsi NTT dan berhasil.

Onie menjadi Wanita NTT pertama yang menjadi Anggota DPRD Propinsi NTT periode 1971-1977 (Era Orde Baru), sekaligus mulai menapakkan kakinya sebagai seorang Politikus dari Golongan Karya. Terpilih sebagai Anggota DPRD Propinsi NTT kedua kalinya (1977-1982).

Pada tahun 1973 Titus Uly memasuki Masa Persiapan Pensiun (MPP) dari Polri, tetapi pada tahun 1974 oleh Pemerintah Pusat Titus dikaryakan kembali sebagai Kakanwil Dikbud NTT untuk periode 1974-1976, secara otomatis menjadi Ketua Dharma Wanita Kanwil Dikbud NTT.

Titus Uly sempat ditunjuk sebagai Koordinator Tim Pendamping Dikbud di Timor Timur selama 3 (tiga) bulan (1976-1977). Kemudian pada tahun 1976-1980 Titus Uly kembali ditunjuk dan diangkat sebagai Dekan Fakultas Keguruan (FKKH) di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, maka Onie pun dikenal sebagai Ketua organisasi Dharma Wanita cabang FKKH. Pada Pemilu tahun 1977 Onie terpilih lagi sebagai Anggota DPRD Propinsi NTT untuk yang kedua kalinya (Periode 1977-1982) dari Golkar, sedangkan Titus Uly pada tahun 1979 terpilih sebagai Ketua Golkar NTT periode 1979-1984, Onie pun pada waktu yang hampir sama terpilih Pemimpin yang pertama dari Organisasi Himpunan Wanita Karya (HWK) NTT.

Titus Uly kembali terpilih menjadi Anggota MPR-RI Utusan Daerah pada periode 1980-1982.

Keluarga dan Penutup

Leonie Victoria Uly-Tanya sebagai seorang Wanita, Istri maupun seorang Ibu telah mampu menunjukkan prestasinya, dia sebagai seorang Ibu telah mampu mendidik dan mengantar anak-anaknya yang sembilan orang berhasil di bidang kehidupannya masing-masing baik dalam kehidupan berkeluarga maupun dalam berkarier di bidang pekerjaan, seperti :

1, (Alm) Johana Monica Uly menikah dengan (Alm) Kombes. Pol (purn) Johanis Paulus (mantan Wakapolwil NTT dan Anggota DPRD Propinsi NTT) berdomisili di Kupang.

2. Prof.DR.Ir. Yos Uly, MM, M.BA (Pensiunan Pegawai Bank BAPINDO, Dosen) menikah dengan Audrey Margriet Gimon, B.Ac (Pensiunan Pegawai Bank Niaga Jakarta) domisili di Jakarta.

3. (Alm) Estherlina Moesye Uly, Sm.Hk . menikah dengan (Alm) John Couturier, domisili di Darwin Australia.

4. (Alm) Lenny Uly menikah dengan Tony Aarts berdomisili di Breda-Belanda.

5. Irjenpol. (Purn) Drs. Yakhobus Jacki Uly, MH (mantan Kapolda NTT, mantan Kapolda Sulawesi Utara, serta Anggota DPR-RI) menikah dengan Ratna Simanjuntak, Sm.Perawat, berdomisili di Bogor-Jawa Barat.

6. Ir Nicky Nickolas Uly, M.Si (Pensiunan PNS Kota Kupang mantan Anggota DPRD Kota Kupang), menikah dengan Dra. Th. Balina Oey, M.Si (PNS pada Pemerintah Kota Kupang) berdomisili di Kupang.

7. Nonce Uly, SE (Pensiunan PNS pada Pemerintah Propinsi NTT) berdomisili di Kupang.

8. Robby R. Uly, SE (PNS pada Kantor Perwakilan Pemerintah Prop.NTT di Jakarta) menikah dengan Ratna (Pegawai Swasta) berdomisili di Jakarta.

9. Ridho Galih Uly, SH (PNS pada Pemerintah Propinsi NTT) berdomisili di .Kupang.

Sebagai seorang Istri, Onie yang mampu mendampingi suaminya, dia mampu pula menjadi pemimpin bagi Organisasi Istri-Istri anak buah suaminya dalam segala sisi dan aspek, baik ketika suaminya penugasan di wilayah yang ditentukan atau ketika terhubung sebagai pemimpin pemerintahan, Onie mampu menyaingi dan tampil Pemimpin pemimpin. Sebagai seorang Wanita, Orang yang mampu tampil secara Emansipatif bersaing dengan kaum Laki-Laki dengan kedudukan yang sejajar seperti yang dia tunjukkan ketika dia menjadi Anggota DPRD Propinsi sebanyak 2 (dua) kali, periode yakni 1971-1977 dan 1977-1982.

Mama Onie adalah Saksi Sejarah 6 (enam) Jaman yakni Jaman Penjajahan Belanda; Jaman Penjajahan Jepang; Jaman Awal Kemerdekaan; Jaman Orde Lama; Jaman Orde Baru dan Jaman Reformasi.Atas prestasi dan prestasi yang telah dicapai oleh Onie tersebut di atas pada tanggal 26 Maret 2019, Harian Timor Express Kupang bekerja sama dengan Dekranasda Propinsi NTT menganugerahkan ibu Leonie Victoria Uly-Tanya “KARTINI AWARD 2019” yang diserahkan langsung oleh Istri Gubernur NTT Ny. Julie Laiskodat-Sutrisno.

Pada tanggal 04 Pebruari 1989 Suami tercinta Titus Uly meninggal dunia dalam usia 69 tahun, dia meninggalkan istrinya Onie yang tetap berada disamping anak-anak, cucu-cucu dan cicitnya.

Hari ini Rabu, 17 Pebruari 2021 oma Onie Uly-Tanya  berpulang di usia 93 tahun di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Beristirahat dalam damai.

 (Riyo E.Nababan/Andreas Sumual)

Posting Komentar

0 Komentar