Papua,Suaraperjuangan.id - Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. Pepatah yang tepat untuk menggambarkan kedua sosok tersebut. Mereka berdua adalah pakar HOAX yang selalu mencari sensasi dengan kritikan dan fitnah pemerintah tanpa solusi. Di mata mereka pemerintah selalu salah, sekalipun keberhasilan sekecil apapun oleh Pemerintah tak mereka hargai. Sosok seperti ini, bukan panutan bagi generasi muda namun sebagai partikel kotor dalam negara yang selalu mengotori ruang demokrasi dan merusak peradaban akal sehat. Sikap selalu menganggap diri benar dan mendungukan sesama adalah ciri khas mereka, padahal mereka kelihatan lebih dungu dari makhluk dungu.
Dari Tanah Papua kami melihat kedua sosok ini sepertinya mengalami gangguan jiwa, sehingga akal sehat mereka tak berfungsi lagi. Mereka menyatakan dirinya pandai namun tak laku di pasaran sebab sekalipun mengkritik dan menfitnah Presiden Jokowi, beliau tetaplah sosok yang dikagumi seluruh rakyat Indonesia, sementara mereka lupa diri dan bahkan kehilangan akal sehat sebab ternyata sosok yang mereka hina dan anggap bodoh dan tak berguna adalah pemimpin atas diri dan kepandaian logika mereka.
Bung Said Didu mengatakan ; "Jalan Tol dijual untuk bayar utang, saat peresmian kau tampil hero dan saat bangkrut kau menghilang". Pertanyaan sederhana u Pak SD; apa anda pernah merasa bahwa ada seribu mata melihat sampah diantara tumpukan sampah ?, sesungguhnya kedangkalan konsep berpikir anda lah yang membuat Pemerintah tak tertarik merangkul diri dan konsep mu untuk menata negara ini. Jika ingin anda di hargai maka hargailah sesama mu manusia apalagi pemimpin mu. Boleh mengkritik tapi harus dibarengi data falid dan solusi untuk persoalan yang dimaksud.
Bung Roky Gedung :
"Jokowi sudah gagal namun banyak orang memuliakan kegagalannya". Kelihatannya bung RG belum selesai dengan dirinya sendiri. Analogi Filsafatnya telah menyesatkan saraf dan mematikan logikanya. Semua teori dan narasi adalah konten konspirasi negatif dari akal sehat. Kepandaiannya sudah tak mampu lagi untuk membedakan baik dan buruknya suatu prodisto ilenial yang konstanta. Komparasi motoriknya lebih mengarah pada labia intrasoniktis moksa yang isinya hayalan keindahan akal yang semu. Inilah yang membuat bung RG terlihat memikul beban luka bathin atas kegagalan memetakan perasaan antara sadar dan ambang sadar. Bung RG ibarat pengembara yang kehilangan arah akibat kehilangan kompas akal sehat.
Semoga Bung SD dan RG sadar bahwa mereka telah berjalan jauh melewati batas logika dan hampir tiba pada segmen up normal. Presiden Jokowi tetap yang terbaik untuk bangsa Indonesia. Ada ratusan jura rakyat masih berdiri tegak untuk membela, mengawal dan mempertahankan niat baik bapak Presiden untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia.
(Riyo E.Nababan/Andy Sadipun Komber)
0 Komentar