Taput,Suaraperjuangan.id - Penerapan pasal 'Banci' atau tidak tepat bagi tersangka Prof. Yusuf Leonard Henuk yang dalam petunjuk/P19 yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Kuasa hukum Alfredo Sihombing dari Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) PDI Perjuangan Taput melayangkan surat ke Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut.
" Benar kita akan segera melayangkan surat kepada Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut yang menurut penilaian kami kurang tepat. Karena dalam petunjuk P19, Jaksa menerapkan pasal 315 KUHP, dimana pasal itu adalah tindak pidana ringan," ujar Ketua BBHAR Sabungan Parapat, Rabu (2/2/2022).
Menurut Pengacara yang punya jam terbang tinggi di Pulau Jawa tersebut penerapan pasal 315 KUHP dinilainya kurang pas atas laporan awal Alfredo Sihombing atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan tersangka Prof. Yusuf Leonard Henuk.
Dalam argumen yang tersirat dalam surat yang juga ditembuskan kepada Kejagung RI, Kapolri hingga Kapolda Sumut, Sabungan memaparkan jika memang pasal 315 KUHP merupakan pasal yang dipertimbangkan pihak Kejatisu untuk menjerat tersangka/terlapor tidak ada tanggapan dari pihak Kejatisu saat surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) oleh Polda Sumut.
" Dalam SPDP yang diterima klien kami, tidak ada pasal 315 KUHP sebagai alternatif yang akan digunakan untuk menjerat terduga atau terlapor," ujarnya yang saat itu ikut mendampingi anggota BBHAR Rosdiana Hutajulu dan Prawira Sihombing.
Point kedua, Sabungan mengatakan dalam SP2HP yang pertama nomor : K/671/X/RES.2.5/2021 Ditreskrimsus tanggal 19 Oktober 2021 tidak ada disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan pasal 315 KUHP.
" Justru pasal yang jadi pertimbangan penyidik didalam surat tersebut yakni pasal 27 ayat 3 Jo pasal 45 ayat 3 UU RI no 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI no 11 tahun 2008 tentang ITE Jo pasal 310 KUHP," jelasnya.
Hal yang menguatkan jeratan ITE bagi tersangka mantan Guru Besar USU tersebut, diungkapkan Sabungan saat kliennya beberapa kali mendapatkan surat undangan mediasi dari Penyidik Polda Sumut tanggal 12 Agustus dan 15 Oktober 2021.
"Kedua undangan mediasi itu dijawab tertulis klien kami, jika memang sejak awal bukan ITE, maka klien kami tidak akan pernah mendapatkan surat undangan mediasi karna dasar suratnya Surat Edaran Kapolri no.SE/2/11/2021 tanggal 19 Februari tentang kesadaran budaya beretika untuk mewujudkan ruang digital Indonesia yang bersih, sehat dan produktif yang bertujuan menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi," paparnya.
Point berikutnya, alasan dari Kejatisu menerapkan pasal 315 KUHP dengan berpedoman pada ketentuan surat kesepakatan bersama (SKB) Tiga Menteri.
"Kami kurang bisa menerima alasan ataupun pertimbangan Jaksa karena bertentangan dengan azas legalitas yakni azas retroaktif (berlaku surut). Padahal SKB Tiga Menteri ditandatangani dan berlaku terhitung sejak tanggal 23 Juni 2021, sedangkan laporan klien kami diterima terhitung sejak tanggal 5 Juni 2021," tambahnya.
Sabungan berharap surat permohonan yang dilayangkan mendapat tanggapan serta penerapan pasal 315 KUHP ditinjau ulang.
"Kami ingin penegakan hukum yang berdasarkan kepada keadilan," pintanya.
(Riyo E.Nababan)
0 Komentar