Medan,Suaraperjuangan.id - Pengadaan Spare Part X Ray Di Kuala Namu Internasional Airport (KNIA) Yang Diselenggarakan Pt Angkasa Pura Aviasi (Apa), Senilai Rp.1,9 Miliar, semakin menjadi sorotan public. Betapa tidak, pengadaan belanja barang yang menggunakan uang negara begitu besar itu telah terindikasi adanya persekongkolan.
Salah seorang pengamat anggaran, Elfenda Ananda mengungkapkan, dari sisi transparansi dan akuntabilitas public pengadaan ini memang menimbulkan pertanyaan kenapa hanya ada satu pihak yang mendapat kesempatan untuk berkompetisi.
Padahal sebutnya, tidak ada ketentuan yang mengharuskan ada keistimewaan dari satu perusahaan saja ditunjuk untuk pengadaan spare part x ray. Atau ada kecurigaan public menduga, ini adalah upaya design untuk mengarahkan pada perusahaan untuk memenangngkan pengadaan spare part x ray.
"Harusnya, apa yang menjadi sorotan sekaligus perhatian public bisa dijelaskan oleh pihak Pt Angkasa Pura Aviasi (APA) apa yang menjadi alasan kenapa seperti ini system pengadaannya. Jangan sampai ada public menilai kesan pihak angkasa pura tutup mulut dan diam saja atas prisitiwa ini," kata elfenda kepada wartawan, Minggu (27/11/22), lewat pesan dilaman whassapnya.
Dari sisi akuntabilitas public sebut penggiat anti korupsi ini, karena angkasa pura adalah badan public, tentunya apa yang dilakukannya dalam persoalan pengadaan x ray ini akan dipertangunggjawabkan kepada public. Ini menjadi persyaratan yang diatur dalam perundang undangan dimana badan public harus membukanya kepada publik.
Sebagai badan public yang dipercaya mengelola bandara besar dari sisi keamanan, kenyaman lanjut Elfenda, tentunya ini bukan main main dari sisi pertanggungjawaban. Jangan sampai public kemudian meragukan perusahan ini karena dari performance badan public ini diragukan akuntabilitasnya.
"Dari sisi fungsi alat, x ray mempunyai fungsi deteksi untuk keamanan yang cukup penting bagi keselamatan bandara. Penumpang pesawat terbang tentunya ingin keselamatannya terjamin dan nyaman di bandara. Fasilitas bandara merupakan fasilitas public yang masuk kategori fital. Sehingga butuh keamanan yang lebih tinggi karena menyangkut keselamatan penerbangan," papar mantan Ketua Forum Independen Transfaransi Untuk Anggaran (FITRA) ini.
Menurutnya, sangatlah tidak pantas kalau dari sisi alat pengamanan pencegahan kejahatan dalam upaya memberikan kenyamanan punya masalah dalam pengadaannya. Publik akan merasa tidak aman, tidak nyaman bahkan terancam keselamatannya apabila persoalan ini semakin mengemuka ke masyarakat bahkan viral.
Dikatakannya, akan ada sikap was-was dari masyarakat kalau rasa aman, nyaman keselamatannya terganggu kalau alat untuk keselamatan ini pengadaannya bermasalah. Dari sisi alat berangkali bisa diuji secara teknis kemampuannya. Namun, karena proses pengadaan yang terkesan ada persekongkolan akan menimbulkan pertanyaan,apakah kualitas barang yang diadakan ini tidak berkualitas sehingga harus ada keistimewaan dari system pengadaannya yang terkesan diarahkan.
Untuk itu lanjutnya, persoalan pengadaan x ray di bandara kuala namu yang menjadi sorotan publik ini memang layak untuk diaudit oleh BPK RI dan KPPU RI sebagai pihak yang berkompeten untuk melakukan pemeriksaan atas pengadaan x ray di bandara kuala namu, mereka harus turun tangan atas kejadian ini.
"Mereka harus memeriksa sesuai dengan kewenangan dan tugas yang diemban. BPK RI dan KPPU RI diminta bekerja secara serius untuk memastikan bahwa proses pengadaan ini clear atau sebaliknya bermasalah. Hal ini untuk memastikan bahwa secara proses pengadaan benar atau jika salah harus ada pertanggungjawaban.
Jangan sampai persolan pengadaan ini membuat tidak nyaman, tidak aman dan ini bisa mencoreng wajah pemerintahan Sumatera dan pemerintah republic Indonesia. Bandara Kuala Namu adalah bandara Internasioanal menjadi kebanggaan rakyat Sumut," tandasnya.
Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik Siska Barimbing menyoroti dugaan pelanggaran Peraturan Presiden (Perpres No. 12 Tahun 2021, tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam pengadaan Spare Part X Ray di KNIA yang di Penunjukan Langsung kan oleh PT APA.
Menanggapi hal ini, Head Of Copotate Secretary & Legal PT APA Dedi Al Subur, Kamis (23/11/2022) menjelaskan, siap bertemu dengan Pengamat Kebijakan Publik Siska Sibarimbing menjelaskan mekanisme peraturan direksi di perusahaan mereka.
“Kami siap bertemu dengan Bu Siska Barimbing selaku nara sumber, untuk menjelaskan mekanisme peraturan direksi yang berlaku di perusahaan kami, biar tidak menjadi salah persepsi dan menjadi opini negative, padahal kami saat ini sedang berusaha untuk memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa bandara, yang mana bandara ini merupakan kebanggaan seluruh warga dan pemda sumatera utara,” jelasnya via pesan Whats App.
Dedi Al Subur juga mengkritik statemen narasumber tersebut dengan mengatakan, seharusnya pengamat sebelum memberikan tanggapan ke pers harus memperhatikan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang lain. Dia menyimpulkan Peraturan Presiden itu berlaku untuk proses pengadaan barang dan jasa bersumber dari APBN dan APBD.
“Harusnya sebelum memberikan tanggapan kpd media pers memperhatikan juga ketentuan peraturan pengadaan barang jasa yang lainnya, Peraturan Presiden itu berlaku untuk proses pengadaan baranga dan jasa yang sumber dananya berasal dari APBN atau APBD, sementara untuk proses pengadaan barang dan jasa pada BUMN yang anggarannya barsumber dari anggaran perusahaan, maka mengacu pada Permen BUMN tentang Pengadaan Barang dan Jasa dan Peraturan Direksi,” jabarnya.
Panjang lebar dijelaskannya, PT APA memperhatikan semua ketentuan dalam Permen BUMN RI No. 8 Tahun 2019. “Ya tentu saja Bang, kami memperhatikan semua ketentuan yg terdapat dalam Permen BUMN No.8 Tahun 2019 dimaksud, sesuai ketentuan pada Bagian Ketiga Pasal 13 mengatur tentang Penunjukan Langsung dilakukan sesuai kriteria yang terdapat pada Permen BUMN,” tulisnya di laman WA.
“Dan sesuai ketentuan Pasal 17 Permen BUMN No.8 Tahun 2019 ayat (1) Anak Perusahaan BUMN dan Perusahaan Terafiliasi BUMN dapat memberlakukan ketentuan Peraturan Menteri ini yang dikukuhkan dalam RUPS Anak Perusahaan atau Perusahaan Terafiliasi,” tulisnya lagi.
“Kata dapat pada Pasal 17 ayat (1) dimaksud mengartikan bahwa Permen BUMN No.8 Tahun 2019 tidak wajib/harus diberlakukan secara menyeluruh dan mutlak kepada oleh Anak Perusahaan BUMN atau Perusahaan Terafiliasi BUMN, apabila hendak diberlakukan maka dikukuhkan dalam RUPS. Oleh karenanya Anak Perusahaan BUMN atau Perusahaan terafiliasi BUMN untuk pengaturan Proses Pengadaan Barang Dan Jasa ditetapkan oleh Keputusan/Peraturan Direksi,” pungkasnya.
Sementara, Penyedia yang komplain, Suherman menjabat General Manager PT Mahakarya Garuda Harsana menjelaskan, setahunya dalam proses pengadaan yang bisa di buat Penunjukan Langsung (PL) adalah kegiatan yang berbiaya di bawah 500 juta.
“Setahu saya yang di PL kan nilai pengadaan di bawah 500 juta. Kalaupun ada angka lebih dari itu di PL kan harus mendapat persetujuan dari Direksi dan Pemegang Saham,” kata Suherman.
Sesuai data yang dimiliki General Manager PT MGH ini, Surat Pendaftaran Sebagai Agen Tunggal Barang Produksi Luar Negeri yang dikeluarkan Direktorat Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan RI kepada PT Indomega Tekhnologi telah berakhir tanggal 1 Oktober 2020 lalu.
“Surat Pendaftaran Sebagai Agen Tunggal Barang Produksi Luar Negeri yang dikeluarkan Direktorat Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan RI kepada PT Indomega Tekhnologi telah berakhir tanggal 1 Oktober 2020 lalu. Saya punya datanya,” sebut Suherman sembari menunjukkan Surat Sebagai Agen Tunggal Barang Produksi Luar Negeri No. 2206/STP-LN/SIPT/6/2019 tanggal 28 Juni 2019 yang ditandatangani Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kemendag RI A Gusti Ketut Astawa. (SP)
0 Komentar