MEDAN, SUARAPERJUANGAN.ID-Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) kembali menghentikan penuntutan 3 perkara dengan 4 tersangka lewat pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) setelah perkara tersebut disetujui untuk dihentikan oleh JAM Pidum Kejagung RI Dr. Fadil Zumhana.
Tiga perkara dengan 4 tersangka yang disetujui sebelumnya dilakukan ekspose, Rabu (14/12/2022) secara daring oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, SH,MH didampingi Wakajati Sumut Asnawi, SH,MH, Aspidum Arief Zahrulyani, SH,MH, Kabag TU serta para Kasi di bidang Pidum.
Ekspose perkara juga diikuti secara daring oleh Kajari Langkat Mei Abeto Harahap, SH,MH, Kasi Pidum Kejari Langkat Indra Ahmadi Effendy Hasibuan, SH,MH kepada JAM Pidum Kejaksaan Agung RI Dr. Fadil Zumhana dan disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif.
Saat dikonfirmasi, Rabu (14/12/2022), Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan menyampaikan bahwa perkara yang diajukan kepada JAM Pidum adalah perkara pidana pencurian kelapa sawit yang dirangkum dalam 3 berkas perkara dengan 4 tersangka.
Berkas pertama adalah dengan tersangka Diki Pranata (28 tahun) dan tersangka kedua Wahyudi (28 tahun). Berkas kedua atas nama tersangka Nasib (45 tahun), dan berkas ketiga atas nama tersangka Suriadi alias Adi (38 tahun).
"Empat tersangka ini melakukan pencurian kelapa sawit di kebun PTPN II Kebun Tanjung Jati. Alasan empat tersangka ini melakukan pencurian kelapa sawit karena kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari," kata Yos A Tarigan.
Kemudian, empat tersangka ini melanggar Pasal 111 UU RI Nomor: 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Diancam Pidana: pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp. 7.000.000.000,-(tujuh Milyar rupiah); atau Pasal 107 huruf d UU RI Nomor: 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Diancam Pidana: pidana penjara paling lama 4(empat) tahun atau denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,-(empat Milyar rupiah).
Setelah melihat beberapa hal, pelaksanaan keadilan restorative dilakukan setelah adanya syarat pokok yang harus terpenuhi, diantaranya: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun; tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2.500.000.
"Antara tersangka dan korban dalam hal ini PTPN II yang diwakili Ir. Hilarius Manurung selaku Manager PTPN II Tanjung Jati sudah ada kesepakatan damai dan tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,"
Harapan kita, lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini, melalui pendekatan keadilan restoratif korban dan pelaku tindak pidana diharapkan dapat mencapai perdamaian dengan mengedepankan win-win solution, dan menitikberatkan agar kerugian korban tergantikan dan pihak korban memaafkan pelaku tindak pidana.
Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif seperti yang dituangkan dalam Perja No. 15 Tahun 2020 membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.(SP)
0 Komentar