MEDAN, SUARAPERJUANGAN.ID-Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan perkara tindak pidana atas nama tersangka Andre Melano Meliala warga Kuala, Langkat yang diduga 'mencuri' mobil dengan BPKP dan STNK milik orang tuanya sendiri (Wisma Sartika Meliala) dan menggadaikannya kepada orang lain.
Penghentian penuntutan dilakukan setelah Kajati Sumut Idianto, SH,MH, Aspidum Luhur Istighfar,SH,MH, Kajari Langkat Mei Abeto Harahap, SH,MH, Kasi Pidum Kejari Langkat Hendra Abdi P Sinaga, SH dan para Kasi di ruang vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Selasa (28/3/2023) kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana yang diwakili Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda) pada JAM Pidum Agnes Triyanti,SH,MH dan pejabat Oharda JAM Pidum Kejagung RI.
Menurut Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan, SH,MH perkara yang dihentikan penuntutannya dengan pendekata keadilan restoratif setelah dilakukan ekspose kepada JAM Pidum adalah perkara dari Kejari Langkat.
"Tersangka atas nama Andre Meliano Meliala melanggar Pasal 362 Jo Pasal 367 Ayat (2) KUHPidana dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Dimana, Andre Meliano Meliala menggadaikan mobil orang tuanya sendiri tanpa ijin," kata Yos A Tarigan.
Dalam perkara ini, ada dua tersangka lainnya yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), yaitu R dan RS yang ikut memuluskan niat tersangka Andre Meliano Meliala menggadaikan mobil orang tuanya sendiri tanpa ijin.
"Atas inisiatif dari JPU yang menghubungkan tersangka dengan orang tuanya sehingga keduanya bersepakat berdamai," kata Yos.
Adapun alasan dan pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan dengan penerapan restorative jusctice, lanjut Yos A Tarigan berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman dibawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban dan direspons positif oleh keluarga.
Lebih lanjut mantan Kasi Pidsus Kejari Deli Serdang ini menyampaikan bahwa antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian juga disaksikan oleh keluarga, tokoh masyarakat dan tokoh agama serta difasilitasi oleh Kajari, dan jaksa yang menangani perkaranya.
Harapan kita ke depan, tambah Yos A Tarigan penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
"Ketika tersangka dan korban bersepakat berdamai, maka hubungan yang sempat terputus bisa harmonis kembali,” tandas Yos. (SP)
0 Komentar