Kejati Sumut Hentikan Penuntutan Perkara 2 Tersangka Pengancaman Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif

MEDAN, Suaraperjuangan.id -Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan 2 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif, setelah sebelumnya dilakukan ekspose kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana yang diwakili Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, SH,MH, Kamis (8/6/2023) dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.

Ekspose perkara disampaikan langsung oleh Kajati Sumut Idianto, SH,MH didampingi Wakajati Sumut Joko Purwanto, SH, Aspidum Luhur Istighfar, SH,M.Hum, Kabag TU, Koordinator, dan para Kasi. Kegiatan ekspose juga diikuti Kajari Labuhanbatu Furkonsyah Lubis, SH,MH, Kajari Deliserdang Dr. Jabal Nur, Kacabjari Deli Serdang di Labuhan Deli, Kasi Pidum dan JPU.

Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH menyampaikan bahwa sampai Kamis (8/6/2023) Kejati Sumut sudah menghentikan 32 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.

"Kali ini, ada 2 perkara yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya dengan Restorative Justice (RJ), yaitu dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu  dengan tersangka atas nama Zulpan Efendi Rambe melanggar Pasal 335 ayat (1) Ke-1 KUHP dan perkara dari Cabjari Deli Serdang di Labuhan Deli dengan tersangka Parsaulian Naolo Haholongan Hasibuan melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP," papar Yos A Tarigan.

Dua perkara ini, kata Yos sama-sama melanggar Pasal 335 ayat (1) Ke-1 KUHPidana  “Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”, setelah di ekspose kepada JAM Pidum Kejagung RI disetujui untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan restoratif.

Penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini, lanjut Yos berpedoman pada peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020, yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat pencurian yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban, dan direspons positif oleh keluarga.

“Penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi masing-masing Kajari serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya,” katanya.

Dilakukannya penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif ini, lanjut Yos telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.

"Harapan kita dengan adanya perdamaian ini, antara tersangka dan korban tidak ada sekat yang memisahkan persaudaraan atau rasa dendam dan benci yang tertanam bisa dicairkan agar tidak sampai membeku dan menciptakan permusuhan yang berkepanjangan," pungkasnya.(SP) 

Posting Komentar

0 Komentar