Limapuluh Kota, Suaraperjuangan.com–Sudah cukup lama kerusakan menahun, jalan bak kubangan, keriting, bergelombang, bahkan lebih tepat dikatakan luluh lantak tak karuan di ruas jalan Payakumbuh-Setangkai. Jalan yang merupakan ruas jalan Provinsi Sumatera Barat, persisnya di sepanjang Kecamatan Luak hingga Kecamatan Lareh Sago Halaban (Lasahan) yang berbatasan langsung dengan Lintau, Kabupaten Tanah Datar, makin parah tidak terbenahi.
Sudah serasa akan segera diperbaiki usai angin segar dihembuskan Gubernur Sumbar, Mahyeldi dan diteruskan Bupati Limapuluh Kota, Safaruddin Datuak Bandaro Rajo ketika itu, jalan Payakumbuh-Setangkai akan segera diperbaiki tahun 2024 silam. Namun tahun berlalu, berita gembira yang menjadi asa masyarakat Limapuluh Kota berbuah kecewa.
Betapa tidak, hingga penghujung Desember 2024 tanda-tanda jalan akan diperbaiki, tak kunjung ada. Sehingga masyarakat kian kecewa, tak tau harus berbuat apalagi selain pasrah tetap melewati jalan rusak parah dengan hati-hati. “Masih dan makin parah, kerusakan kian hari makin tambah parah. Apa boleh buat, terpaksa harus tetap ditempuh,” ucap salah seorang warga Nagari Halaban, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Yopitersa, Rabu (12/02/2025) sore.
Jalan provinsi dengan panjang sekitar 10 kilometer tersebut merupakan salah satu akses penghubung Kabupaten Limapuluh Kota dan Kota Payakumbuh dengan Kabupaten Tanah Datar dan kabupaten lainnya di Sumatera Barat. Bahkan sekaligus jalur alternatif penghubung Sumbar dengan provinsi tetangganya, Riau hingga Jambi.
“Ya, jalan yang rusak sekitar 10 kilometer di sepanjang Kecamatan Lareh Sago Halaban. Memang banyak kendaraan berat pengangkut hasil tambang batu kapur dan galian c lainnya melewati jalan ini,” terang Camat Lasahan, Wahyu Marmora saat diwawancara Padang Ekspres, kemarin.
Menurutnya, pembatasan tonase kendaraan ataupun pembatasan muatan kendaraan bagi perusahaan tambang, tentunya bagian dari kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Sebab kewenangan jalan dan izin tambang berada di tingkat Provinsi Sumatera Barat, seperti dimuat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Kewenangan dalam Pengelolaan Pertambangan Minerba memberikan sebagian kewenangan perizinan berusaha pertambangan mineral dan batubara (minerba) kepada pemerintah provinsi.
Artinya, pemerintah bisa saja membatasi jumlah berat muatan kendaraan angkutan sesuai aturan yang ada. Bahkan melalui Dinas Perhubungan misalnya atau aparat kepolisian. Sehingga kerusakan jalan akibat muatan kendaraan melebihi tonase tidak menyebabkan kerusakan jalan selalu lebih cepat dari perkiraan tidak selalu menjadi alasan seperti yang sebelumnya dikemukakan, Kepala Bidang Cipta Marga Dinas PUPR Provinsi Sumatera Barat yang ketika itu dijabat, Dedi Rinaldi.
Tentunya tidak hanya Pemerintah Provinsi Sumbar, Pemkab Limapuluh Kota sebagai pemanfaat jalan juga harus lebih agresif bersuara dan berkontribusi dalam pembangunan, pemeliharaan dan menjaga kondisi jalan sesuai kewenangannya. Sebab seperti disampaikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Limapuluh Kota, Aneta Budi Putra, ada sekitar 18 perusahaan tambang Mineral Non Logam yang ada di Limapuluh Kota.
“Kita mencatat ada sekitar 31 izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan yang ada di Kabupaten Limapuluh Kota, sekitar 18 izin usaha dinyatakan aktif,” terang Aneta Budi.
Berdasarkan data tersebut, tentunya usaha tambang juga akan memberikan kontribusinya ke daerah dalam bentuk pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Artinya kepedulian daerah Kabupaten Limapuluh Kota terhadap perawatan sarana, kelangsungan usaha hingga kondisi jalan juga harus lebih nyata.
“Kontribusi usaha tambang untuk Kabupaten Limapuluh Kota dalam bentuk pajak MBLB dengan jumlah penerimaan sekitar Rp 10 miliar pada tahun 2023,” terang Kepala Bidang Perencanaan Pengembangan Pengendalian dan Evaluasi Pendapatan Daerah (P3EPD) Badan Keuangan Daerah Kabupaten Limapuluh Kota, Afriman Jahar, Rabu siang.
Kembali pada kondisi kerusakan jalan Pemerintah Provinsi Sumbar diharapkan masyarakat untuk bisa segera mengalokasikan anggaran untuk perbaikan jalan yang rusak dengan infrastruktur yang laik dari sisi kualitas jalan untuk akses bagi kendaraan berat yang akan melintas, di daerah kawasan tambang tersebut. Sehingga jalan yang menjadi akses vital bagi masyarakat di belasan nagari yang tersebar di Kecamatan Lareh Sago Halaban dan Kecamatan Luak, Kabupaten Limapuluh Kota itu, bisa bertahan lama.
Pemerintah Provinsi Sumbar harus lebih tegas dalam upaya penanganan maupun pemeliharaan kondisi jalan. Jika sudah diketahui jalan tersebut merupakan akses utama truk bermuatan berat, seharusnya ada pembatasan tonase kendaraan, Dinas Perhubungan atau aparat Kepolisian harus bertindak lebih tegas untuk hal ini. (All)
0 Komentar